BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Selasa, 07 April 2009

Indigo

Tadi Anggi *cowok* bilang suka ke aku. Aku belum jawab . Sebagai cewek, jual mahal itu penting. Tapi kata Fildzia, sahabat akku, dia bilang BE to the GO.
"Itu namanya mainin perasaan!" katanya. Hah, Fildzi salah besar, aku hanya mau ngetes dia beneran ato nggak. Kalo digantung satu dua hari aja nyerah, tuh anak betul2 bastard. Lagian, aku kan bukan perempuan yang gampang ambil keputusan. Apalagi masalah cinta, harus dipikir masak2, baru berani buka mulut.

Huuh, gara2 males, mendingan keluar aja. Beli baso malang. Jauh2 dari Fildzi. Udah gelap. lampu sekeliling juga udah kedap kedip mau dmatiin.Di warung bakso, aku duduk di paling pojok. Jernihnya kuah bakso bikin lidahku tak sabar sampai.

"Misi, boleh gabung ?" tanya suara cowok yang ngebass bergaung di belakangku. "Meja yang lain penuh."
Aku memutar bola mata ke seantero tenda untuk memastikan cowok itu nggak bohong. "Ya deh"
"Trims," katanya. Kalau kuperhatikan, umurnya belum 18 tahun. "Sering makan di sini?" tanyanya seraya menggulung mi.
"Baru sekali. Kenapa?" tanyaku balik.
"Punya masalah kan?" tebaknya sok tahu.
"Enggak"
]"Masa? Biasanya tipe-tipe kamu dateng ke sini bingung mikir cinta," ujarnya datar.

Lho, memang tadi aku cerita soal Anggi? "Kok tahu?"
"Hehehe," iua nyengir. "Betul kan?aku suka kamu ngegantung dia, dia rese."
"Kamu siapanya Anggi?" tanyaku heran.
"Kenalin, Hisyam."
"Kamu mata-matanya Anggi?"
"I'm not." Hisyam mencondongan badannya mendekati wajahku. Ya Tuhan ! Dia mau apa?! Jangan sampai dia berbuiat macam2 ! Aku menutup mata ketakutan.
Salah. Rupaya ia merapatkan jaketku yang melorot sehingga kaosku terlihat jelas. "Hati-hati, ada pria rada mesum di arah jam dua," bisiknya.
"Mesum?" aku menekuri arah tatapan Hisyam . Mesum dari mana?
"Dia pakai kemeja necis, sepatu pantofel, celana lurus. Enggak keliatan hidung bel ...," lanjutku. Tapi tiba2 bapak itu malah bergelayutan dengan seorang penjual bakso yang wanita! Demi Tuhan, nggak nyangka!
Hisyam menahan tawa, "Tuh kaan."

***

Aku menatap secarik kertas. Hasil ulangan trigonometri minggu lalu. Enggak tahu deh, waktu itu Bu Reni kerasukan apa, tapi sebel;um diajarkan, kami malah tes trigonometri mendadak. Siaal!
Yang pasti ada angka 100 berwarna merah tertampang besar2 di kertas ulanganku. Ana2 lain, termasuk Fildzi melirik kertas ulanganku dan terkejut bukan main. Aku saja shock, apalagi mereka?
Pulang sekolah, aku dapat kejutan lagi. Bukan nilai matematikaku, tapi soal Anggi. Kemaren dia nembak aku, sekarang, dia lupa dan malah asyik belajar teori atom Dalton bareng cewek adik kelas. Hisyam bener, Anggi berengsek!

***

Memasuki teras, suasana rumahku lebih pikuk dari biasanya. Tanteku satu2nya datang dari Jogja. Kusambut tubuh Tante Ika yang duduk di ruang tamu. Sudah bertahun2 aku nggak ngeliat tanteku yang fashionable banget ini.
"Gimana? Masih suka liat yang serem2?" tanya Tante Ika.
Dahiku berkerut. "Seram?"
"Lho, waktu kecil kan kamu hobi liat yang begituan. Yang ada anak kecil lah, hanmtu lah ...."
Masa? Kok aku nggak ingat ya? "Enggak, tuh. Ngomong2, itu apa?" tanyaku menunjuk buku besar yang digenggam Tanrte Ika.
"Album fotomu. Eh foto2 ini beneran?" tanya Tante Ika
"Kenapa?"
"Nih liat, kata mamamu, kamu masih tiga bulan, kok bisa pegang botol susu sendiri?"
"Salah ya?"
"Ya salah. Masa masih 8 bulan uda bisa ngomong, terus satu tahun udah bisa nyanyi lagu kenceng banget lagi!" Tante Ika menyodorkan fotoku tengah memegang mick.
"Owh, biasaaa," penyakit narsisku keluar. "Tante tumben ke sini?"
"Cuti sebentar, mau bikin skripsi," kata Tante Ika.
"Tentang?"
"Biasa, anak hukum kerjaannya ngutak ngatik hukum pidana melulu," Tante Ika menyandarkan kepalanya ke sofa.
"Tentang KUHAP gitu ?"
"Yup."
"Padahal kalo disuruh milih, lebih seneng hukum pidana daripada hukum perdata atau hukum adat. Susah ngapalin UU, belum lagi ada versi Belandanya." ceritaku.
Awalnya, Tante Ika terpengarah heran, tapi lama-kelamaan ia mulai menikmati pembicaraan.
"Iya, apalagi kalau sudah sampai hukum dagang, kan bakalan dibagi-bagi lagi tuh ..." dan kami mulai terhanyut dalam dialog panjang sepanjdang siang.

***


"Nevermind," jawab Hisyam gembira setelah aku cerita soal Anggi. "Insting cowok jitu kan!" godanya, "malah mulai besok banyak lagi Anggi-Anggi yang ngejer kamu."
"Makan tuh insting!"
"Gini2, IQ-ku 180 lho!" Hisyam membela diri.
"Oh," aku melirik ke samping kanan dan kiriku. "Kayaknya kita diperhatiin orang-orang," bisikku.
"Tau ah," Hisyam cemberut mendengar ketidakpedulianku.
"Ambilin botol kecap dong, deket kamu tuh." pintaku. "Entar baksonya enak, lho."
Aku taruh sendok lalu memandang botol kecap di sampingku engan tajam. Jaraknya sekitar 40 senti tepat di sudut meja. Andai aku punya kemampuan telekinetik, sehingga dengan kekuatan pikiran, botol itu bisa bergeser dan berpindah ke tangan Hisyam. Aku menyipitkan mata, tapi ah, percuma! Khayalanku mengada-ngada. Aku memutar mata kembali ke mangkuk bakso, akan tetapi, WUSH! Tiba2 botol itu jatuh ke depan. Untung Hisyam sigap menangkap.
"Ada yang usil nih," kata Hisyam.
"Siapa?
Hisyam langsung komen sambil mengelus-ngelus dagunya bahwa kamu baru saja dikerjai hantu.
Huh! Mana percaya!

***


Rian membawa setangkai mawar lalu bilang suka padaku. Waks, ini rekor! Bayangin, baru tadi pagi, Elga, sang Ketua OSIS menembakku. Belum lagi ada surat di lokerku akhir-akhir ini, ditambah balasan SMS yang rata2 berisi ajakan makan siang atau cuma say hello doang.
Asyik, tapi yang mengganjal pikiranku bukan itu. Ada hal penting yang harus kubicarakan dengan Fildzi. "Cowok aneh?" ulang Fildzi setelah kuceritakan tentang Hisyam. Cowok itu benar2 meninggalkan tanda tanya besar. Kok dia bisa tahu kalau hari ini banyak sekali cowok sesekolahan mengejarku?
"Orang yang tahu future gitu kayaknya ada istilahnya deh?" tanyaku.
"Dukun?"
Dasar, wajah boleh imut, tapi otak Fildzi tetep susah diajak serius. Hingga akhirnya keluar bean dari mulut Fildzi. "Indigo, kan?"

***


Aku browsing internet dan menemukan banyak kejutan.
Indigo. Rata2, anak indigo emang beda sama anak-anak biasanya. Anak indigo berjiwa dewasa serta mampu menghargai perbedaan. Indigo bukan penyakit dalam daftar WHO. Sejenak aku teringat, waktu itu Hisyam betulin jaketku agar terhindar dari hidung belang. Sangat dewasa, kan?
Kupatut lagi monitor komputer. Anak indigo punya banyak sifat. Pertama, tingkat kecerdasan superior dengan IQ tinggi. Kedua, anak indigo dapat mengerjakan sesuatu tanpa diajarkan. Ketiga, bisa menangkap perasaan orang lain. Keempat, tahu sesuatu yang tidak dapat dipersepsi oleh panca indera masa kini, masa lampau dan masa depan. Persis Hisyam.
Yang bikin bulu kudukku berdiri adalah poin kelima : mampu mengetahui keberadaan makhluk halus . Jangan-jangan, benar kata Hisyam kalau di warung bakso itu ada penunggunya? Bahkan, menurut di buku , anak indigo cenderung memiliki teman tak terlihat. Hii !

Ya Tuhan, aku berteman dengan cowok abnormal! Gimana kalo dengan kemampuannya dia bisa mengetahui seluk-beluk hidupku bahkan yang paling rahasia sekalipun? Begitu kubicarakan masalah ini ke Fildzi, dia ngakak. "Masa cowok itu indigo?" celetuk Fildzi tak percaya.
Daripada ngejabarin sepanjang sungai nil, mending aku kasih langung buktinya. "Ayo ikut!"

***

Warung bakso tampak ramai. Aku ajak Fildzi ke tempat ini untuk menemui Hisyam, tapi hasilnya nihil. Fildzi malah bilang aku tukang bohong. Tapi swear, setiap kali aku kesini Hisyam pasti muncul. "Pak," kuputuskan tanya pada pemilik warung bakso yang sedang repot di gerobak. "Cowok yang biasanya ngobrol sama saya di pojokan itu, tinggi, terus rambutnya cepak udah dateng?"
"Bukannya Non biasa duduk sendirian?"
"Bapak enggak lihat? Yang tempo hari duduk sama saya, sampai saya ngobrol cekakan!"
"Enggak, malah saya heran, kok Non sering bicara sendirian ? Seolah-olah Non lagi ngobrol sama orang, tapi bener, nggak ada siapa2 kok Non." jelas tukang bakso itu.
"Bapak jujur?"
"Sumpah. Sampai dilihatin orang2 lho! Kalau nggak percaya, tanya deh ke pengunjung lain."

Mampus . Apa-apaan ini? Lalu dengan siapa aku berbicara? Siapa Hisyam? Aku mulai mengingat ciri2 anak indigo yang pernah kulihat di internet : cenderung memiliki 'teman tak terlihat' it's me! Dapat ngerjain sesuatu tanpa diajari, lihat makhluk halus, kecerdasan superior. Itu aku kan? Tiba-tiba ulangan trigonometri dapat 100, bisa ngoceh tentang hukum pidana bareng Tante Ika dan sekarang punya teman tak terlihat!? Jangan-jangan jatuhnya botol kecap karena telekinetikku, lagi!

J-jadi sebetulnya aku yang ...

INDIGO !

0 komentar: